Memahami Si Belahan Jiwa

40 komentar









Jika saya ditanya, " Siapa panutan saya saat ini? " Jawaban saya adalah ibu mertua saya. Ah masa sih? Yakin? Bukan karena biar disayang mertua?? Hihihi (¬‿¬)

Enggak lah, tanpa saya banyak memuji beliau, saya yakin sudah disayang beliau dari sejak pertama kami bertemu. Ahiiww 

Jadi, kenapa saya menjadikan Ibu mertua sebagai panutan saya? 

Itu karena, saya mengagumi kesabaran dan keikhlasan beliau dalam mengurus sang belahan jiwa, yaitu Bapak mertua yang sedang sakit keras selama hampir dua tahun lebih. 



Ibu mertua juga tidak pernah terlihat berkeluh kesah, menangis atau berteriak selama saya mengenal beliau. Sikap nya yang sangat lemah lembut dan selalu berkata halus. Jadi, sudah sewajarnya kalau saya menjadikan beliau sebagai panutan saya menjadi seorang istri dan ibu bagi anak – anak saya. 

Alasan Di Balik Keikhlasan Ibu Mertua


Bapak mertua saya, sudah sakit hampir dua tahun lebih. Sakit parah. Dokter mendiagnosa Bapak memiliki penyakit congenital heart disease atau jantung. Dokter bilang ini bawaan sejak lahir. Terjawab sudah semua keraguan keluarga selama ini, dimana Bapak seringkali mengeluh sesak dada. Selama ini kami mengira Bapak memiliki asma atau Bronchitis

awalnya, Bapak enggan berobat ke dokter dan memilih pengobatan alternatif. lalu, ketika pengobatan alternatif dirasa sudah tidak lagi  menunjukan hasil yang signifikan. Akhirnya Bapak mau berobat ke dokter. alhamdulillah. 

Mengapa Bapak memilih berobat alternatif ketimbang langsung ke dokter? itu karena Bapak pernah mengalami reaksi alergi obat yang cukup parah. Jadi, sesakit apapun bapak, beliau memilih berobat ke pengobatan alternatif.

Saya dan Pak suami ( Paksu ) sudah berulang kali menyarankan sampai memaksa Bapak untuk berobat ke dokter dan memberi pengertian kalau dokter pasti akan bertanya alergi obat bapak dan kasih obat yang aman. Tapi tidak di gubris.

Akhirnya, Bapak merasa lelah dengan berobat alternatif yang tidak membuahkan hasil, akhirnya dengan terpaksa bapak mau berobat ke rumah sakit. 

Namun, setelah di lanjutkan dengan berobat di dokter, kondisi Bapak tidak kunjung membaik. Badan semakin kurus, wajah Bapak pun tidak menyiratkan aura kesembuhan. Setiap saya melihat Bapak di rumah, selalu nampak murung dan sedih. Saya rasa, secara mental Bapak sudah down duluan.

Mengapa? 

Bapak sepertinya mengalami stress atas vonis penyakit yang dideritanya Akibatnya, gejala psikomatis pasti Bapak rasakan. Seperti pusing dan mimisan atau keluar darah dari gusi. Sementara itu, saya lihat Bapak – Bapak lain yang juga memiliki penyakit yang sama dengan Bapak, terlihat sehat bugar seperti yang tidak memiliki penyakit parah. 

Saya melihat kondisi Bapak yang begitu, agak sedikit geram juga. Terlebih melihat Ibu mertua yang dengan sabar dan ikhlas mengurus Bapak tanpa banyak mengeluh walau dirinya sendiri terkadang terlihat sangat kelelahan dan letih, terlebih dimalam hari dimana saatnya Ibu merebahkan tubuh yang payah kelelahan... eh Bapak selalu meraung dan meringis minta di pijit kaki. 

Melihat kesabaran dan keikhlasan Ibu mertua mengurus Bapak, betul – betul bikin saya geleng-geleng kepala gak habis pikir. 

Akhirnya saya bertanya pada Ibu mertua,

Mah, kok bisa sabar banget sih sama Bapak. Kalo saya pasti udah stress dan gak kuat. Bukan sama sakitnya bapak, tapi tingkah laku bapak yang gemesin “ tanya saya terheran-heran sambil makan ranginang, kriuk...kriuk

Lalu Ibu mertua menjawab santai sambil ikutan makan ranginang,

Karena ikhlas” jawab Ibu mertua sesingkat dan se sederhana itu. Saya pun melongo saking bingung dan gak habis pikir sama jawaban Ibu mertua.

Tapi ikhlas kan ada batasnya Mah, kok bisa sih Mamah masih tetep sabar ?” tanya saya lagi

Sabar mah gak ada batasnya atuh Neng. Di paksain aja, nanti lama – lama juga terbiasa. Jadi, ada pepatah sunda yang mengatakan, sing bakti kanu jadi salaki, sabab surga anjeun ayana di salaki. Mamah inget selalu ke sana “ jawab Ibu mertua menjelaskan.

Ehhm... jadi, bakti seorang istri ada pada suami, karena disanalah surga untuk seorang istri. Oke baiklah.

Tapi, saya masih gak paham. Melihat saya masih berkerut dahi dan mulut monyong tanda gak ngerti, Ibu mertua kembali melanjutkan penjelasannya,

Ibarat kita dulu hormat dan berbakti pada orangtua , seperti itu juga sekarang. Surga kita ada di suami kita. Allah akan ridho pada istri yang taat pada suami. Kunci pernikahan itu sebetulnya ada di tangan para istri, tong saruana mun pasea jeng salaki. Kudu bisa nurunkeun egois jeung ikhlas dengan situasi suami apapun itu “ 

Belajar Ikhlas, meluruhkan ego


Oh, i see. Saya mengerti, akhirnya. 

Awalnya saya agak sulit menerima penjelasan ibu mertua dimana saya harus belajar sabar dan ikhlas serta harus bisa menurunkan ego pribadi. 

Kesulitan ini saya rasakan karena saya masih memiliki ego yang cukup besar dalam diri saya. Ego untuk selalu diperhatikan lebih dahulu, ego untuk selalu di sayangi lebih dulu, ego tidak mau menerima kritikan Paksu dan ego-ego lainnya. 

Mengapa ego saya bisa sedemikian tinggi? Karena, orangtua saya bercerai jadi saya tidak punya bayangan atau pandangan sama sekali tentang esensi pernikahan itu seperti apa dan bagaimana berkomunikasi dalam pernikahan. Yang saya lihat dalam pernikahan hanya pertengkaran tiada akhir. Sehingga saya berasumsi, saya bebas mengutarakan apapun yang saya rasakan tanpa melihat situasi dan mood Paksu karena saya merasa itulah hak saya. 

Hasilnya? Pertengkaran dan salah paham lah yang saya dapat. Belum termasuk perang dingin dan emosi yang terpendam. 

Akhirnya, saya paksakan diri saya untuk mencoba memahami lebih dalam penjelasan ibu mertua dengan semedi. What? Hehehe, iya semedi alias muhasabah sambil tahajud lalu di lanjut curhat di jurnal.

Di sana, saya uraikan semua permasalahan yang kerap saya rasakan dengan Paksu. Sampai se detail-detailnya. Lalu diuraikan juga emosi atau perasaan saya terhadap masalah itu. 

Dan akhirnya saya menemukan bahwa, saya itu orangnya sangat mudah bereaksi negatif terhadap suatu perkara, dan baper-an. Saya juga kesulitan mengontrol emosi saya saat kelelahan dan kurang tidur. Ternyata hal itu juga memicu ego saya untuk di perhatikan dan di sayangi lebih dulu oleh Paksu. 

Jadi permasalahannya sebetulnya, ada dalam diri saya sendiri. 

Lantas kemana kah fungsi komunikasi dalam hubungan suami istri? 
Kenapa gak di muntahin semua keluh kesah yang kita rasakan pada pasangan agar semua permasalahan beres tanpa tersisa? 

Saya sudah mencoba untuk lebih terbuka akan apa yang saya rasakan, tapi saya selalu kesulitan mencari waktu yang tepat. Karena kesibukan Paksu mencari nafkah dari siang hingga tengah malam dan saya mengurus anak – anak sehingga kami jarang berkomunikasi dari hati ke hati seperti waktu kami masih pacaran. Jadi, sekalinya ngobrol yang di obrolin pasti urusan cuan. Akibatnya, saya banyak memendam emosi negatif termasuk saat kesal dengan Paksu. 

Jadi, solusinya bagaimana ?

Pertama, saya kembali terus mengingatkan diri saya sendiri akan wejangan ibu mertua untuk sabar dan ikhlas kalau udah mulai kesel atau bete dengan Paksu. Inget, Surga lho balasannya. 

Kedua, Menulis. 

What?? Kok menulis. Iya, jadi menulis kan resah di jiwa bisa membantu saya mengurai sebetulnya apa sih permasalahan saya. Dari sana saya bisa cari solusinya. Kalau sudah menulis, biasanya saya merasa jauh lebih baik dan lega. Jadi, energi negatif saya terkonversi menjadi respon positif.

Menulis itu punya segudang manfaat, selain perasaan jadi lega juga mengasah kemampuan mennulis kita terutama di Blog dan siapa tau bisa ikut ajang lomba menulis. iya kan?

Back to the topic, jadi setelah saya analisa, ternyata saya yang mudah reaktif dan baperan berdampak pada respon Paksu. Dia jadi males ngadepin saya dan ikut badmood. Ternyata Paksu ini orangnya sensitif jadi kalau saya badmood akan berpengaruh sama moodnya Paksu, sementara fokus utama beliau mencari nafkah yang merupakan tanggung jawab utama baginya.

Itu yang selalu jadi pikiran Paksu. Jadi wajar aja kalau sering terlihat murung kalau dagangan sepi. Karena Paksu mengkhawatirkan hal yang sangat realistis seperti, “ kalau dagang gak laku, mau dikasih makan apa istri sama anak gue?? “ begitulah kira-kira yang selalu ada dibenak Paksu. 

Memang, suami juga wajib memberikan nafkah batin pada istri. Tapi saya paham, tidak semua para suami bisa se-bijak papah - papah lainnya yang memahami hal ini. Karena, para suami juga sama halnya dengan kita, belajar setiap hari menjadi seorang suami dan ayah. Di sinilah letak keikhlasan di perlukan, ikhlas menerima Paksu yang juga sedang belajar menjadi suami dan ayah. 




Kadang saya lupa, Paksu memang tidak pandai merangkai kata atau ngasih saya wejangan dan kata-kata bijak serta menenangkan layaknya motivator. Tapi pandai memberikan saya kejutan dan menjawab curcol saya dengan jawaban paling realistis. Jadi, Paksu itu orangnya straight to the point, gak suka kode – kode tersembuyi. Jadi saya belajar untuk straight to the point juga, kalau saya bilang gak suka... ya bilang gak suka saat itu juga. Tapi, tetep saya harus memperhatikan mood Paksu.

Misal nih ya, saya pengen sentil Paksu soal kebiasaan jeleknya menyimpan kunci motor di mana aja padahal udah saya sediain box khusus tempat menyimpan kunci. Saya liat dulu, kalau Paksu keliatan lagi rudet sampai jidatnya berkerut kaya kerutan diwajahmu, hehehe......saya tunda dulu nyentil nya dan tarik nafas dalam – dalam biar energi negatif saya keluar dan pikiran lebih segar. Dan saya coba ulangi lagi nanti saat mood Paksu terlihat lebih baik. 

Perjalanan Akhir


Orangtua saya memang bercerai dan menorehkan luka yang cukup dalam. Terlebih perceraian mereka penuh drama dan pertengkaran sehingga saya hanya melihat sisi buruk dari pernikahan. Tetapi, perceraian orang tua saya juga memberikan saya banyak pelajaran tentang pernikahan. Seperti :

1. Belajar meredam ego dan emosi
2. Belajar memahami pasangan lebih dalam 
3. Belajar ikhlas menerima segala kekurangan pasangan
4. Belajar strategi komunikasi yang tepat dengan pasangan
5. Saling memahami dan memaafkan satu sama lain adalah proses tiada akhir dalam pernikahan. Karena masing – masing pasangan tumbuh dan berkembang setiap hari. Sehingga perubahan itu pasti terjadi. Oleh sebab itu belajar pun tidak berhenti satu titik pencapaian saja.

Saru hal yang paling krusial yang saya pelajari, bahwa, 
Jangan menuntut pasangan untuk memperhatikanmu lebih dulu. Tapi berhenti sejenak dan pikirkan, apakah kamu sudah melakukannya lebih dulu? Mau disayangi tapi gak balik menyayangi? Bukankah itu teramat sangat egois namanya? 

Wejangan Ibu mertuaku sayang memang benar, sabar itu gak ada batasnya dan kita sebagai istri memang perlu meluruhkan ego sambil memperbaiki kekurangan kita. Ingat saja dengan balasan Allah kalau kita bersedia ikhlas dan sabar dalam pernikahan. Pasti mau kan? Kalau saya sih mauuuuu ^_^

Saya rasa Allah itu memang Maha Adil. Saya diberi keluarga yang “cacat” tapi diberikan Ibu dan Bapak mertua serta Paksu yang Masya Allah baik dan perhatiannya luar biasa. Saya sangat bersyukur untuk itu. 

Sebagai rasa syukur saya, maka saya perlu memperbaiki kekurangan saya yang mudah baper, moody dan bereaksi negatif. Bukan hanya untuk saya, tapi juga suami dan anak – anak saya. Bukankah ibu yang bahagia akan menghasilkan anak – anak yang bahagia? 

Bahagia itu, kita sendiri yang ciptakan. Gak bisa beli kebahagiaan di Borma, kesana mah beli keperluan bulanan aja. Jangan lupa, minta cuan lebih yang warna merah buat beli kosmetik, eskrim dan coklat. Langsung todong aja, jangan pake kode – kode an, hahaha. Emak – emak juga perlu jajan dong, hihihi

Kalau kamu, gimana proses menjalani komunikasi dengan pasangan? Ada cerita lucu atau malah sebaliknya? Yuk saling berbagi (^_^)


Tulisan ini di ikut sertakan dalam setoran artikel untuk Komunitas Content Creator  Indonesia, Tema : Ikhlas dan Setoran Artikel Untuk Komunitas 1minggu1cerita, Minggu 32 dengan Tema : Terpaksa










Eka FL
Mom bloger yang hobi menggambar dan bikin kue kering. Pecinta kucing dan tanaman, suka banget mie ramen dan bakso yang ngakunya post rocker tapi playlist KPop semua.

Related Posts

40 komentar

  1. Masya Allah, aku juga banyak belajar dari ibu mertua yg super sabar menghadapi menantunya ini, hehe..

    Kalo paksu sih, dia paling bisa nenangin, senengnya menasehati, dan aku harus siap-siap jadi pendengar yang baik kalo pikirannya lagi ruwet. Lagipula memang kita saling melengkapi, aku yg lebih pendiem dan paksu yg suka ngomong, hihi..

    Harus diambil baiknya memang, sama siapapun itu. Intinya kita ikhlas nerima baik buruknya pasangan kita beserta keluarganya. Termasuk ikhlas nerima kekurangan diri sendiri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul itu, walo kadang suka sebel sampai pengen mamam bakso 3 mangkok , hahahaha. tapi itulah dinamika pernikahan ya, lucunya disana

      Hapus
    2. Teh Eka nih penggila bakso ya? perasaan kalo lagi kesel pastinya yg kesebut si bakso, hahaha...

      Hapus
    3. iyaaa, secara gitu pernah didiagnosa sakit yang gak bisa makan bakso selama dua tahun! hiks. sekarang alhamdulillah bisa, jadi kembali ke pelukan mamam bakso (^____^)

      Hapus
    4. alhamdulillah.. sehat selalu ya teh :*

      Hapus
  2. Rasanya indah banget teh Eka, kalau bisa mengikuti saran Ibu mertua. Istrinya kalem dan ikhlas, suami juga jadi gak males nanggepin. Akhirnya komunikasi bisa lebih lancar.
    Bayangkan kalau istri tetep ngotot semaunya sendiri, suami juga lama2 males dengerin curhat istri.

    Pernah baca juga sih, kalau mau pasangan berubah harus mulai dari diri sendiri. Karena disadari atau tidak, pasangan "berulah" sebagai cermina sikap kita juga. Hmmm... dari cerita teh Eka, sudah terbukti sepertinya.

    Langgeng dan sehat terus teh sama suami, salam hormat buat Ibu Mertua juga 😇

    BalasHapus
    Balasan
    1. dear kak kartika,
      alhamdulillah saya dikasih rezeki ibu mertua yang baik hati luar biasa. banyak belajar saya dari beliau.

      iya ya katanya memang jangan nuntut oranglain berubah, ubah dulu diri sendiri. huhuhu

      Aamin. makasih doa' nya kak. doa yang sama juga untuk kakak (^_^)

      Hapus
  3. Ah saya jadi ingat ibu mertua di Jogja. Sejak pandemi saya di Jember aja biasanya ujug ujug naik kereta ke Jogja. Alhamdulillah saya juga punya ibu mertua yang sabar masya Allah, sejak bapak mertua nggak ada beliau jadi sering sakit :( Semoga diberi kesehatan untuk ibu mertua mbak dan keluarga yah..

    Dah lah saya kalau baca tulisan mbak emang kayak ngaca hahaah saya juga baperan, dulu sih suka pake kode sama suami sekarang sih enggak,, sama kayak suami mbak, suami saya juga suka to the point jadi saya suka kebawa, tapi kalau udah saling ngegas ya udah ngalah salah satu hahah

    Btw saya jadi search Borma, haha macam Indo Grosir gitu yaa...

    BalasHapus
    Balasan
    1. dear kang anggi,
      peyuukk virtual untuk ibu mertua. semoga sehat selalu ya

      tos dong, kita samaan lagi. hahahahaha. iya emang, jadi orang baperan itu banyak ga enaknya ya. makanya yuk ikutan TANOS, hahahaha. tapi next project ya. soalnya ini perdana, jadi kita mau liat dulu perkembangannya gimana. hihihi

      borma itu tempat belanja paporit, murah dan lengkap! sampai onderdil mobil dan motor aja ada, hehehe

      Hapus
  4. Salah satu berkah dalam hidup kalau bisa ketemu ibu dari pasangan yang menyayangi kita dan menerima kita apa adanya ya mba, apalagi kalau bisa belajar banyak 😍 hehehe.

    By the way, saya pun menggunakan tulisan untuk express diri saya sama seperti mba Eka. Hehehe. Saya pribadi kalau ada masalah, lebih sering tulis panjang lebar runut terus dikasih ke pasangan agar dia baca 😂 sebab kalau bicara langsung acapkali kepotong-potong dan akhirnya bisa menyebabkan salah paham. Mana kami komunikasinya pakai bahasa Inggris, jadi untuk avoid kesalah pahaman, dia meminta saya menulis isi perasaan saya setiap kali saya ada rasa kecewa sama dia 😅

    Setiap dari kita memang cara menghadapi setiap persoalan akan berbeda-beda. Dan melihat usaha mba Eka untuk menjadi sosok yang terbaik bagi pasangan dan anak tercinta menurut saya sudah berhasil menunjukkan ketulusan hati mba, yang semoga bisa dirasakan oleh pasangan mba 😄 agar ke depannya, pasangan bisa lebih memahami apa yang mba rasakan 💕

    Dan setuju dengan kalimat mba Eka bahwa bahagia itu kita yang ciptakan. Jadi semua kembali pada kita, mau membiarkan diri kita terus-terusan sedih, atau berusaha untuk lihat segala sesuatunya dari banyak sisi 😆 hihi. Terima kasih banyak tulisan hangatnya mba, saya jadi bisa belajar dari mba Eka 😍

    Semoga bahagia selalu menyertai langkah kaki, mba 💕

    BalasHapus
    Balasan
    1. dear ka eno,
      maaf baru saya balas..
      gomawooo do'anya kak eno. do'a yang sama juga untuk kak eno

      tapi itu beneran curhatnya dikasiin ke pasangan dan mau baca? hehe, salut sama pasangannya mau bacapanjang lebar begitu, kalo saya mah dikasih buku jurnal dia langsung bilang, " udah kita mamam bakso aja yuk, hahahaha"... jadi ceritanya harus singkat.

      lain kali, saya jadi keide-an, kalo mau minta sesuatu, saya sodorin aja bukujurnal saya, [asti diajak makan enak! wkwkwkwkw

      makasih udah berkunjung kak eno,
      salam hangat
      eka-artjoka

      Hapus
  5. kalau aku abnayk belajar dari ibuku, yg bisa memaahmi kerasnya bapak. aku suka banget berselisih paahm dg bapak sampai jengkel banget tp mamah kok ya sabar banget ngadepin bapak

    BalasHapus
    Balasan
    1. dear kak tira,
      para ibu emang digembelng buat selalu sabar ya, huhuhuhu

      Hapus
  6. Masha Allaaahh, ikhlassss ikhlassss ikhlasss ya Allah..
    Itu doa saya siang malam Mba pengen banget bisa ikhlas, pokoknya fokus ke apa yang saya kasih ke orang-orang tercinta, karena yakin Allah yang akan balas.
    Terlebih janjinya surga masha Allah.

    Nyatanya saya masih kudu berjuang dulu sendiri, menaklukan ego saya, menaklukan diri saya, agar bisa lebih damai dan memahami belahan jiwa.
    Semoga saya bisa menua dengan ikhlas dan bijak kayak mertuanya Mba :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo kak rey,
      semoga kita semua bisa selalu jadi orang yang ikhlas ya, walo emang susaaah bener itu ngejalaninya.

      ikhlas mah kayanya proses seumur hidup ya kak

      sehat selalu ya kak rey

      Hapus
  7. Ibu mertuanya sabar banget mba.. Beneran deh, sangat cocok dijadiin panutan. Dan juga, tulisan mbaknya membuat saya menjadi lebih terbuka bagaimana esensi pernikahan di masa depan (Btw, saya masih jomlo, hhee)

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo kak dodo,
      iya kak, alhamdulillah banget. saya sampai geleng-geleng kepala sama ibu mertua yang "kelewat" sabarnya. gak habis pikir. tapi dengan sederhana beliau cuman jawab, " gpp, ikhlas aja"....hehehe

      wah kirain udah punya pasangan, hihihi. saya doain segera dapet jodoh yang terbaik ya kak

      salam hangat
      eka artjoka

      Hapus
  8. Betapa bersyukurnya ya mba bisa punya mertua yg sayang banget sama mba selayaknya anak sendiri. Saya belum menikah sih, mba, tapi entah kenapa selalu memandang pernikahan sebagai sesuatu yg negatif dan menakutkan. Sama seperti mba, karena tumbuh dari orangtua yg bercerai dan melihat lingkungan yg hubungan pernikahannya kurang harmonis saya jadi beranggapan bahwa pernikahan itu sulit dan berat, sehingga takut kalau suatu waktu bisa melangkah kesana. Ada semacam trauma terpendam dalam diri. Semoga suatu saat nanti saya juga bisa bertemu dengan ibu dan ayah dari suami yg bisa menyayangi saya dengan tulus dan ikhlas seperti mba.
    Dan untuk ayah mertua mba, semoga Allah beri semangat beliau untuk sembuh dan pengobatan ya mba. Sehat selalu juga untuk keluarga mba dan ibu mertua tersayang, Aamiin😊😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo kakak,
      maafkan saya baru reply komen hari ini (^__^)

      i'm so sorry to hear that we are the same boat, anak korban perceraian! huhuhu. peluuk virtual!!

      insyallah, seiring jalan nya waktu dan traumanya bisa pelan - pelan melunak, bukan hilang, akhirnya akan jadi bagian dari memori yang kita senyumin, apalagi kalo udah bisa melewatinya.

      saya juga sempet trauma parah sampai gak mau nikah. mau adopsi anak ajah dan hidup berdua sama anak adopsi saya, hihihi. kaya di pilem-pilem. kebanyakan nonton pilem ini mah! wkwkwkwkw

      sehat selalu ya kak,
      semoga do'a dan impian kakak segera di wujdukan oleh Allah SWT.aamiin

      salam hangat,
      eka

      Hapus
  9. Setiap kehidupan selalu ada pelajaran yang bisa kita ambil hikmahnya ya mba. Alhamdulillah bersyukur banget punya mertua dan suamu yang sayang baik sama kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah kak rina :)
      makasih do'anya ya kak. doa yang sama untuk kak rina (^__^)

      salam hangat
      eka

      Hapus
  10. Ah aku jadi inget ibu mertuaku Mbaa. Rasanya ingin peluk dan cium beliau. Sabar banget kayak mertua mba Eka. Beda banget sama aku yang meledak-ledak ini. Sumpah jadi belajar banyak sebenernya sama ibu mertua. Mudah-mudahan ibu mertua kita dan keluarga selalu dalam lindungan Allah ya mbaa. Aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. dear kak jihan,
      aku juga selalu berdoa , mamah mertua kita sehat selalu. dan bahagia. walo saya sebagai menantu belum bisa ngasih banyak hal, cuman traktir traktir aja, hihihi.

      banyak belajar dari mertua masing - masing ya kita. kalo disinetrin mah banyak cerita hidayah yang nunjukin hubungan menantu mertua gak baik, padahal nyatanya gak selalu begitu. kali-kali ceritain atuh yang bagus-bagus ya, hihihi

      Amiin Ya Rabb, semoga doa kita dikabulkan Allah SWT ya kak,

      salam hangat
      eka

      Hapus
  11. 😍😍😍 belum bersuami😁 tapi ngerasa di beri petuah sebelum berkeluarga 🤭

    BalasHapus
    Balasan
    1. dear kak ovi,
      masih jomblo kah kak? tuh kak dodo juga masih jomblo....eeeaaa....mak comblang, hihihi

      Hapus
  12. Alhamdulillah Mbak,,ikut seneng banget bisa dapet mertua yang baik. aku pun lullusan broken home tapi dpt alhamdulillah dapet mertua yang baik juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. dear kak ina,
      wah, saya terkejut....selain saya masih ada yang lain juga yang lulusan broken home. hiks hiks. peluk virtual untuk kita semuaa

      Allah mah MAHA ADIL ya kak, kekurangan kita yang lahir dikeluarga broken, diganti Allah dengan keluarga yang penyayang (^__^)

      salam hangat
      eka

      Hapus
    2. Iya teh Eka sayang...semangat ya mari kita basuh luka pengasuhan kita menjadi org tua yg baik versi Allah dan ikhlas menerima semuanya..yuk sama2 gandengan tangan spy LBH baik lagi

      Hapus
  13. Hari Senin ini jadwalnya suamiku untuk nelpon Ibu mertua. Semenjak ibu mertua ditinggal bapak mertua, beliau mudah sekali merasa kesepian, memang berat ya ditinggal itu.

    Saya sering dapat jawaban kayak Ibu Mertuanya teh Eka malah dari Ibu saya. Berkali-kali bilang 'surga istri ada di suami, makanya harus taat dan ridho". Well, saya belum bisa memaknai ini jika tidak danya kesalingan diantara keduanya.

    Tapi melihat ceritany teh Eka, bapak mertua ini pasti sayang banget ya sama ibu mertua, didikan berupa suaminya teh Eka yang baik adalah hasilnya.

    Semoga tetap kuat yaa Buat Eninnya Keenan utk menjalani ini semuanya. Semoga lekas sembuh juga buat bapak mertuanya teh Eka nih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo teh ghina,
      iya aku udah baca tulisan kakak yang separuh 2020, sekali lagi, turut berduka ya kak

      eehhmm, kalo kesalingan tidak terjadi diantara kita....eh, keduanya...akhirnya kita duluan yang ikhlas, nanti pasangan pasti ngikutin teh...hehehehe

      Bapak sayang banget sama ibu, tapi karena sakit beliaupun pasrah dan gak bisa apa-apa. inginnya cepet sembuh, tapi belum juga.

      Aaamiin, nuhun do'anya teh, doa yaanga sama juga yaa

      salam hangat
      eka

      Hapus
  14. Masha Allah, sabar bgt ibu mertuanya ya mba...saya juga masih belajar ikhlas menerima kelebihan kekurangan Pak Suami. Kalau kelebihan mah udah pasti ikhlas ya nerimanya heheh thanks for sharing ya mba :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hal kak dedek,
      kalo kelebihan mah udah pasti mudah menerima, apalagi kalo kelebihan ngasih uang bulanan,hihihihi

      tapi memang, proses ikhlas ini adalah proses tiada akhir ya

      sama-sama kak dede, salam hangat
      eka

      Hapus
  15. Seneng bacanya karna kakak ketemu mertua yg baik, sabar dan ikhlas.

    Komunikasi sama pasangan tuh emang harus dijaga dengan baik. Iya bener gak usah kode2an. Laki mah ya laki bukan kayak anak prmauka yg mainnya kode2an mulu. Haha langsung aja to the point

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo kak putri,
      kita belajar kode morse aja yuk, siapa tau bisa ikutan jambore...laaahh ngaco, hahaha

      eh tapi emang bener, laki-laki mah kebanyakan kak gak mau rudet, jadi yang simple simple aja, langsung intinya, hihihi

      salam hangat
      eka

      Hapus
  16. Kadang-kadang kalau aku juga dilema sih, Mbak. Soal komunikasi itu aja deh. Katanya kan harus terbuka biar plong dan tidak ada yang mengganjal. Namun, di sisi lain, bisa jadi berakibat nambahin pikiran suami kan, sementara kadang kitanya nyari lega aja, belum tentu butuh solusi. Kalau udah gitu, curhat termasuk kebutuhan apa ego ya, hehehe. Sampai kisah Sahabat aja ada kan yang istri menunda mengabarkan meninggalnya anak karena ingin suami berada dalam kondisi psikologis baik dulu saat disampaikan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo kakak,
      iya betul kak, saya setuju. makanya saya bilang di atas harus liat mood dan timing yang tepat. kalo sekiranya curhat kita malah jadi beban ke dia, ya wayahna ditunda dulu ato kita curhat di jurnal aja, yang penting plong.

      salam hangat
      eka

      Hapus
  17. Setelah ku baca, aku jadi ingat mertuaku juga sabar sekali orgnya (walaupun juga ada kekurangan). Dan setelah direnungi, rata2 istri yg ikhlas sangat berpegang teguh dg prinsip surga istri ada pd ridho suami (karena itu jg jadi prinsip mertuaku teh)...

    Merenung lagi... hmmmm....

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo ibu kafa,
      yuk sama- sama merenung, tapi jangan merenung pinggir kolam ya, takur kejebur. hehehe

      semoga kita semua selalu inget sama prinsip itu, modal soalnya. modal biar rumah tangga bisa survive, dan modal ngebesarin anak-anak agar happy

      salam hangat
      eka

      Hapus
  18. Hiks, jadi menangis lagi ambis dari Mbak Shafira tadi. Terima kasih ya Mbak. Saya yakin, Allah lihatin saya tulisan-tulisan gini buat jadi pengingat saya juga. Kata-kata mertua Mbak bener banget. Ya Allah harus banyakin bersyukur ama bersabar. Ikhlas sama apa-apa yang tidak bsia kita kendalikan.

    Semoga kita bisa menjadi istri yang lebih baik ya, aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. dear kak tri,
      duuhh puk puk...udah nangisnya atuh...
      sama -sama kak tri.kita hadir untuk saling menguatkan, mengingatkan dan menyayangi (semisal ngasih sticker watsapp gitu, hihihi )

      aamiin Ya Rabb, semoga Allah selalu menyertai kita semua ya.

      salam hangat,
      eka

      Hapus

Posting Komentar