Sering Merasa Salah Langkah Dalam Pengasuhan Anak? kenali inner child kita

13 komentar



Akhir-akhir ini pikiran saya terusik sama postingan akun parenting di IG milik  mamahtalks,  yang menampilkan sosok seorang Anchor favorite saya, Marissa Anita. 



Disini, Marissa Anita dengan gamblang menjelaskan apa itu inner child, dan jujur saya nangis nonton di bagian akhir video ini.

MY INNER CHILD



Sebelum melangkah ke definisi, apa itu Inner Child. berikut saya ceritakan pengalaman saya pertama kali menjadi ibu. curhat? tentu, berbagi cerita? ya!, karena tanpa curhat inilah, saya tidak akan menemukan akar Inner Child saya.

Jadi, setelah saya menjadi ibu dari dua anak, saya menemukan fakta mengejutkan bahwa Ternyata, jadi fulltime mother itu tidak mudah. Banyak yang perlu dibenahi. terlebih lagi soal diri sendiri. kalo ada universitas khusus menjadi ibu saya mau ikutan, tapi sayangnya, setelah kita melahirkan anak pertama, si doi lahir tanpa manual book, jadi, semua proses harus dijalani dan diikuti. 

Pertama, setelah Keenan, anak pertama saya lahir saya bagaikan orang bego, bingung mau ngapain ketika pertama kali meluk keenan.

Lantas ibu mertua bilang segera susuin, yo wes-lah saya susuin. Terus apa mudah nyusuin anak pertama? Gak lah marisol!! Bingung saya nyusuin itu harus gimana, diteken-teken, dipijat-pijat atau begimana? Ya yg paling naluriah ajah lah, saya sodorin aja langsung. My baby langsung nyomot asi dan dikenyot, tapi gak lebih dari 10 menit keenan nangis histeris, lahh saya nambah bingung mak, bayi nangis harus diapain?? 

Saya langsung eyong aja sambil kasih susu formula buatan ibu mertua. Alhamdulillah my baby diam seketika. Saya langsung sadar, “ oh begini ya jadi fulltime mother dan ngurus bayi” sambil masih merasa bego sendiri. 

Dan, rutinitas ibu baru pun saya jalani. Mulai dari mandiin, susuin, tidurin, mandiin lagi, susuin lagi, tidurin lagi sampai saya sulit mandi dan makan. Bukan hanya itu, jahitan sisa operasi di area jalan lahir dan sekitarnya masih terasa sakit, terlebih kalo saya duduk dan bangkit dari duduk. hal ini bikin saya stress dan akhirnya terkena BABY BLUES SYNDROME.

Selama 1 bulan setelah melahirkan, Saya murung, melamun, gak selera makan, sedih dan banyak nangis. Sementara saya tinggal dengan mertua, suami bekerja dan ibu kandung pun bekerja. Seketika saya merasa berjuang sendirian. Dan hal ini saya alami sampai keenan 1 tahun. Curhat sana sini sudah, nangis ampe mata bengkak sama pak suami juga sudah. Rupa-rupa nya ini bagian dari proses yang namanya MENJADI IBU. 

Itulah moment pertama kali saya sadar, kalo jadi ibu itu gak seindah yang ditawarin film- film hollywood. Saya kelelahan luar biasa, kurang makan, kurang mandi, kurang tidur dan kurang bersosialisasi. Lengkap sudah. 

Setelah keenan melewati fase 1 tahun, saya mulai mencair. Gak terlalu tegang soal jadi fulltime mother dan ngurus anak, mulai santai dikit lah walo tetep hectic. Saya mulai menikmati jadi ibu. Layaknya mom jaman now, saya selalu pasang kamera di setiap moment penting perkembangan keenan terus pamer deh di semua akun sosial media saya, instagram, facebook, twitter dan BBM ( waktu itu WA blm ada ). 

Saya gak ngalamin lagi baby blues, saya mulai beradaptasi dengan serba kekurangan yang dimiliki seorang ibu yg punya bayi ( kurang mandi, tidur, makan, jajan, dangdan, shopping, jalan-jalan, kongkow dan piknik ) dan mulai bersahabat dengan DRAKOR karena itu satu-satunya hiburan saya, hehehe

Lalu, muncul lah episode baru dalam hidup saya layaknya sinetron hidayah indosiar, babak baru menjadi ibu, HAMIL ANAK KEDUA YANG TIDAK DIINGINKAN!! Dan dari sinilah semua tuh drama jadi ibu dimulai.

Tahun 2015, saya mengandung Kilan, anak kedua saya. Bisa di bilang, ini adalah kehamilan diluar kehendak. tapi, yang namanya TAKDIR DAN REZEKI, kita gak bisa nolak. apapun alasannya, kalo kata GUSTI ALLAH JADI, ya jadilah.

Tapi sayangnya, kehamilan ini justru menarik saya begitu dalam hingga terperosok ke lembah stress dan depresi. ketidaksiapan mental menjadi ibu ganda, ketidaksanggupan menurus bayi lagi dari nol karena ingat betapa melelahkannya mengurus bayi itu.... dan ingatan betapa ngerinya mengalami BABY BLUES SYNDROME, saya stress. belum lagi memikirkan finansial .....yaahhh itu stress lapisannya udah melebihi lapisan wafer Tango! 

Karena stress inilah, saya jadi mudah marah bahkan bersikap buruk sekali dalam pengasuhan si sulung. terkadang, keenan rewel dan tantrum. maklum lah usianya baru 2,5 tahun. sebetulnya sih, semua tantrum dia tuh masih dalam batas wajar. cuman karena saya nya aja nih yang lagi error emosinya, jadi tantrum keenan udah kaya neraka bagi saya.

Lalu, saya melakukan kesalahan pertama dalam pengasuhan keenan, BENTAK ANAK dan berlanjut dengan MAIN CUBIT. Padahal saya udah wanti-wanti sama diri sendiri buat gak bentak anak apalagi cubit anak. Karena saya dibesarkan dengan cara seperti itu, dan hasilnya saya trauma. Saya gak mau anak-anak saya mengalami apa yang saya alami. 

Tapi kenyataannya, malah sebaliknya. Saya bingung, kok bisa gitu sih? Kok bisa saya bertekad buat gak melakukan physical abuse sama anak saya tapi pas prakteknya yang terjadi adalah sebaliknya.

Merasa bersalah setiap saat dan setiap hari setiap malam sambil mewek dan melihat anak-anak tidur tentu saya alami, tapi sayangnya, keesokan hari nya saya melakukan hal yang sama lagi. Ini bagaikan lingkaran setan anu teu ereun-ereun ( gak berhenti). Dan ini bikin saya ngerasa jadi ibu yang super jahat dan gagal jadi ibu. saya tuh kenapa sih? .... tau gak kenapa buibu?...Ternyata, semua itu dikarenakan Inner child saya. what?? ... 

DEFINISI INNER CHILD

Mengacu pada John Bradshaw (1992), inner child merupakan pengalaman masa lalu yang tidak atau belum mendapatkan penyelesaian dengan baik. Orang dewasa bisa memiliki berbagai macam kondisi inner child yang dihasilkan oleh pengalaman positif dan negatif yang dialami pada masa lalu. Seperti motivasi alam bawah sadar lainnya, inner child juga muncul pada orang dewasa dalam bentuk perilaku atau keadaan emosi yang tidak disadari (unconscious).

Ada definisi lain soal Inner chiild :
Menurut Vanessa Guerrero inner child adalah bagian dalam diri kita yang terluka ketika masa kanak-kanak yang untuk sebagian orang luka yang timbul sangatlah dalam dan menghancurkan bahkan bisa lebih buruk, meskipun terdapat bagian menyenangkan saat masa kanak-kanak tetap saja beberapa luka mungkin terjadi sepanjang jalan dan jika luka tersebut belum sembuh maka akan berdampak pada masa dewasa.

Jadi, INNER CHILD itu apa? samakah dengan Ghost Parenting? 
BENANG MERAHNYA Dimana?

Ghost parenting, lebih mengacu kepada pola asuh kita saat ini yang dipengaruhi oleh pola asuh yang kita terima dimasa lalu. outputnya beragam, jika kita diperlakukan "baik" disepanjang masa pertumbuhan kita saat kecil hingga remaja, maka pola asuh kita kepada anak-anak kita akan baik-baik saja. 

Sebaliknya, jika kita hidup dalam keluarga yang broken, banyak di kritik, menerima kekerasan fisik dan verbal dan dididik keras, maka akan seperti itu pula pola asuh kita kepada anak-anak kita. KECUALI, kita menyadari bahwa kita mengalami ghost parenting dan mulai menata diri sendiri agar lingkaran setan itu berhenti di kita aja.

Lantas, apa itu inner child sebenarnya?
Inner child itu, adalah anak kecil dalam diri kita yang mengalami pola asuh yang buruk dimasa lalu oleh orangtua kita dan berdampak pada pola asuh kita terhadap anak - anak kita pada saat ini, yaitu GHOST PARENTING. 

Memang Ada Apa Dengan Masa Lalu Saya? Kepo kaannn? hehe

Nah ini yang saya maksud dengan kenapa saya curhat di paragraf atas. saya yang mudah terkena Baby blues syndrome, merasa stress, marah ,depresi dan berani bentak juga cubit anak selama masa pengasuhan anak-anak saya.

Semua itu dikarenakan saya mengalami ghost parenting dimana inner child saya terluka akibat pola asuh yang sangat buruk yang saya terima disepanjang masa pertumbuhan saya sejak kecill hingga remaja.

sudah mengerti sekarang? udah ketemu benang merahnya kan ?

Bagi pembaca setia blog saya pasti sudah baca postingan saya yang berjudul " Sekantong Harapan Bernama Kebahagiaan ", disana ceritanya saya bikin cerpen fiksi, tapi pada kenyatannya cerpen itu 100% kisah saya. gak ada yang di tambahin ceritanya biar lebih buas dan seram. Bagi yang belum baca, mangga dibaca ya biar tau kenapa saya merasa inner child saya adalah pangkal dari semua pola pengasuhan saya yang buruk terhadap anak-anak saya. 

Lantas, apakah saya menyalahkan kedua orangtua saya karena telah mengasuh dan mendidik saya dengan cara sedemikian menyakitkan bagi saya? iya tentu saja! tapi itu adalah proses bagi saya untuk akhirnya memahami mengapa mereka demikian dan memaafkan mereka pada akhirnya. 


SOLUSI Dan PROSES AKHIR

Pada akhirnya, saya bikin mind map buat solusi masalah ini, karena saya gak mau berlarut –larut soal ini, karena masa depan psikologis anak saya taruhanya. Betul gak mak?

Bagaikan terilhami, pas lagi hot-hot nya saya pengen selesein masalah ini, Saya menemukan judul postingan di pinterest, “ selesaikan trauma masa lalumu dan benahi dirimu sendiri untuk masa depan anak-anakmu

JLEB!!

Bagaikan kena lemparan kulit durian, saya tersadar, inilah hal pertama yang harus saya lakukan.yaitu, berdamai dengan masa lalu. berdamai ya, bukan melupakan. karena masa lalu seburuk apapun gak akan pernah bisa dilupain kecuali amnesia, tapi amit-amit deh. 

Masa lalu sudah seharusnya jadi bagian hidup seseorang layaknya potongan puzzle. pada akhirnya semua akan membentuk diri saat ini dan esok hari. banyak yang menyakitkan seperti kisah sedih di hari minggu? tentu, masih sering nangis kalo inget masa lalu? tentu, suka sedih kalo inget betapa kangennya sama ayah kandung? sudah pasti. dirasain aja, dinikmati lalu tumpahin semua emosi kedalam karya. 

Sama halnya dengan Kurt Cobain, yang menjadikan tragedi dalam hidupnya menjadi dasar dia bikin karya, dan hasilnya? Band Nirvana jadi Band panutan sejuta umat anak band dari dulu sampai sekarang. tapi jangan diliat ending hidupnya yang suicide ya, jangan ditiru! 


Apa saya masih main kasar? TIDAK! alhamdulillah.

Semua itu bukan proses singkat dan sebentar. Puluhan kulwap parenting dan buku parenting, sahabat baru seorang ibu yang juga mengalami inner child/Ghost parenting dan menulis, semua itu menjadi penolong saya. 

Apakah mudah? tidak! sangat sulit bagi saya mengendalikan emosi dan marah walau hanya untuk hal sepele, seperti kelakuan kilan yang doyan hujan bedak sampai lantai penuh dengan bedak, kilan yang lagi ada di fase anxiety separation, keenan yang demen merengek minta beli layangan dan segudang aksi ke-soleh-an mereka berdua yang bisa bikin kepala saya tandukan dan stok coklat abis. 

Satu rahasia dalam menahan emosi dan marah biar gak meledak, CUBIT DIRI SENDIRI. jadi, setiap saya marah dengan kelakuan "lucu" mereka, saya cubit paha sendiri sambil membayangkan dan berkata sama diri sendiri, " RASAIN LO! SAKIT KAN DICUBIT?? MAKANYA JANGAN CUBIT ANAK LO! "

And It works!!
Sekarang, saya bisa lebih sedikit lebih tenang menghadapi tantrum dan sedikit bisa lebih sabar mengahadapi permintaan para sultan bahkan sampai yang gak masuk akal, seperti masukin si kiki ( kucing kesayangan keluarga ) ke dalam keresek, katanya abis belanja kucing di petshop. kan ngakak saya jadinya, wkwkwkwk.

tapi, hidup gak seindah dongeng marisol, gak selamanya saya sebaik hati itu yang bisa nahan emosi dan amarah bla-bla-bla. kadang lepas kontrol kalau lagi kalut, kadang santai banget kaya emak-emak bijaksana di film-film. yah begitulah.

But at least, i try dan it works for a few times. 

INNER CHILD BUKAN SATU-SATUNYA PENYEBAB SALAH PENGASUHAN

Marah sama kelakuan absurd anak-anak bukan satu-satunya penyebab amarah para emak memuncak hingga kembali melakukan tindakan kasar dan kata-kata kasar pada anak. karena, ternyata menurut artikel www.popmama.com
Trauma masa lalu bukan pelaku utama mengapakita jadi orangtua yang suka main kasar sama anak. Si trauma ini bawa kawan-kawannya, salah satunya ialah MANGKEL JENGKEL SAMA SUAMI dan KESULITAN EKONOMI.
Kadang, secara gak sadar, saat kita jengkel sama pak suami yang suka susah dibangunin solat subuh ato naro jaket dan sepatu dimana aja bisa bikin ubun-ubun kita pecah. Marah gak bisa kusabab sieun dicarekan balik ( Takut dimarahin balik ) dan dianggap istri durhaka, hasilnya, pas anak rewel eh si anak kena getahnya. Bener gak mak?

kesulitan ekonomi? udah pasti bikin stress. Dan gak jarang pas kita lagi mumet-mumetnya mikirin soal Hubbud dunya ini alias urusan duniawi otak lagi jangar-jangarnya, klo ditambah anak rewel loba pamenta teu eureun-eureun ( banyak permintaannya, gak berhenti), jadilah kombinasi yang pas buat bikin gunung berapi emak meletus, dan anak kembali jadi korban ledakan gak disengaja. 

Kalo sudah begini, banyak banget point yang kudu dibenahi. Betul gak? Bukan hanya soal ghost parenting atau inner child semata. Makin bingung gak mak? Iya saya bingung, hehehe.


KOMUNIKASI DENGAN PASANGAN

Ini penting. Sulit kah melakukannya ? bagi yang tidak terbiasa seperti saya tentu sulit. waktu pacaran, saya mudah curhat soal apapun dengan pasangan, setelah menikah semua topik pembicaraan mengarah pada dua hal saja, anak-anak dan cuan! wehehehe. 

Pada akhirnya, kami masing-masing menjalani peran masing-masing. pasangan pencari nafkah dan saya pengasuh anak. 

Menikah itu tidak mudah, tidak seindah waktu pacaran. banyak adaptasi, pemahaman, menerima, mencocokan, mengalah dan sejuta atribut lainnya. salah satu harus mengalah, siapa? ya saya! kenapa? karena yang inner child nya bermasalah hanya saya! suami sih baik-baik aja. 

Lalu langkah apa yang diambil biar komunikasi dengan pasangan lancar jaya? ya tentu dengan memberanikan diri open conversation diluar topik soal anak-anak dan cuan. 

Susah gak sih? susah mak! hahahaha. awalnya grogi, kaya lupa aja gitu gimana curhat sama pasangan soal perasaan, geli sendiri. berasa jadi anak ababil aja! wkwkwkwk. tapi seiring waktu, bisa dan terbiasa kembali. 

Apakah semua selesai? gak juga. jadi orangtua itu kan proses tiada akhir. sampai kita jadi kakek nenek juga bakal tetep jadi orang tua kan? jadi, kedepannya masih banyak tahapan menjadi orangtua yang akan dilalui.

Lantas bagaimana harus bersikap? Biasa aja sih, nikmatin alurnya, mau nyebelin, nyenengin, bikin gondok, jadi berantem sama pasangan, pabaeud-baeud ( saling cemberut), lalu baikan lagi, roromantisan lagi dan seterusnya.

Btw, apakah pak suami tau soal inner child saya? Ghost parenting? perceraian orangtua saya yang jadi penyebab semua trauma ? Tentu Dong! Sejak awal pacaran beliau udah tau dan alhamdulillah menerima. Saya sharing di blog soal inipun tentu atas ijin beliau, mana berani saya share yg begitu private tanpa ijin beliau. Katanya, gpp kalo ini bikin saya merasa lebih baik. So sweet ga sih? Hehehe

Kunci utama dalam mengatasi inner child 

1. Selalu PEDEKATE sama Allah SWT
2. GAK BERHENTI BELAJAR
3.Memahami ( Perbaiki inner child, memaafkan, ikhlas dan memahami pasangan)
4. Bersabar
5. Menulis

Untuk bagian menulis ini, kita bisa menulis surat untuk anak dalam diri kita setiap kita sedih ketika tiba-tiba ingat bagaimana kita diperlakukan sangat buruk saat masih kecil oleh orangtua kita. misal, saat ingin dibelikan permen tapi kita malah dibentak dan dikatain anak tukang jajan dan ngabisin duit orangtua. dan lain sebagainya. Menulis keliatannya sepele, tapi dampak akan luar biasa. 

Dealing with your inner child, waktu penyembuhannya beda-beda di tiap orang. ada yang bentar ada juga yang lama kaya saya, yang butuh 10 tahun buat memahami dan sekarang memaafkan lalu ikhlas. yang penting, sekarang udah tau alasannya kenapa suka bersikap kasar dan gampang marah sama anak, ya udah, perbaiki dan jangan ulangi. dan jangan lupa, tulis surat untuk inner child kita sebagai terapi healing. 

Itu aja mak kuncinya. Insha Allah kita semua bisa melalui semua proses dan tahapan ini. jangan tanya kunci yang lain ya sama saya, apalagi kunci inggris dimana atau kunci menuju hatinya kaya gimana, *eeeaaaa


Sumber referensi :
https://www.kompasiana.com/evanurkhofifah/5c6f71e3aeebe10e0d235de2/mengatasi-luka-inner-child-yang-belum-sembuh?page=all
Eka FL
Mom bloger yang hobi menggambar dan bikin kue kering. Pecinta kucing dan tanaman, suka banget mie ramen dan bakso yang ngakunya post rocker tapi playlist KPop semua.

Related Posts

13 komentar

  1. Aaah baru tahu soal ini! Sungguh informasi yang bagus banget, buat aku yang belum berkeluarga, hal-hal kayak gini penting banget kalau aku bisa tahu lebih awal. Terima kasih sharingnya kak Eka 🙏

    Syukurlah kalau semua masa itu udah berlalu. Semangat terus dalam menjadi ibu ya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama-sama kak lia, semoga bermanfaat ya kak

      Hapus
  2. Berarti kuncinya juga harus memaafkan ya mba, untuk bisa berdamai dgn masa lalu

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya betul kak, memaafkan itu esensi paling utama. gak mudah emang, apalagi kalo inget yang lalu lalu, tapi seriring waktu pasti bisa

      Hapus
  3. Hei mba Eka ... Makasi ya udah berkunjung balik ke blog ku. Aku jadi bw k blog mba lagi dan wow. We have the same story ya 🙈.

    Pada akhirnya waktulah yg menjawab semua ya mba... Dan mudah2an kita teteo terus dijaga Allah biar selalu jd org tua yg ga malu mengakui kekurangan dan mau memperbaiki diri 😍😍😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo kak merisa, oh ya? wah i;m not alone ternyata, senangnya.
      ibarat pepatah, "time will heal" itu ada benarnya ya kak. aamiiin Ya Rabb.
      semangat untuk kita semua ya

      Hapus
  4. Ah sama :( Saya tuh bisa damai dengan PPD saya. Tapi belum sembuh total untuk inner child saya uhuhu. Walau saya rasa sudah nggak terlalu membentak dan melakukan kekerasan fisik pada anak, tapi ada kalanya amarah memuncak terlebih saat tanggal tua, hahahaha apalagi ada pandemi seperti ini kadang stress. Saya sampai pingin ke psikolog, tapi belum tau biaya konsul ke psikolog itu berapa ya. Saya kadang kalau malam suka nangis sendiri inget 'anak kecil' dalam diri saya, kayak kasihan gitu. Lalu saya pandangin anak saya. Sering saya meminta maaf kepada anak saya setiap mau tidur, minta maaf kalau sering marah, membentak. Saya bilang kalau saya dan papanya sayang sama dia. Saya hanya berharap dia akan mengerti dan pada akhirnya tidak membenci kami karena merasa 'salah didikan'.

    Makasih mbak sharingnya. Mbak, saya suka kalau mbaknya menyelipkan bahasa Sunda, seperti terngiang orang Sunda kalau ngomong hehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. PPD itu apa kak? hehehe.
      kita sama-sama berjuang ya kak! semangat. insyallah pasti bisa melalui semua ini.
      dulu saya juga sampai mikir pengen ke psikolog, tapi inget costnya mahal, jadi gak jadi deh. langsung ke psikolog paling wahid aja deh, ALLAH SWT. hehehe

      sama-sama mba anggi ku sayang. eh ternyata orang sunda juga geuningan. hehehe

      Hapus
  5. Pernikahan, menjadi ibu atau bapak, menjadi tetangga, dan seterusnya akan selalu menuntut sebuah proses pembelajaran. Belajar berbagai peran manusia dalam kehidupan.

    Ada yang mudah, ada yang tidak.

    Istri saya sendiri dulu bekerja dan ketika si kribo cilik lahir, kami memutuskan dia untuk berhenti dari pekerjaannya. Hal itu juga menyebabkan lahirnya beberapa masalah yang harus dihadapi.

    Susah ya susah.

    Cuma, perlahan karena kami sudah komitmen, ternyata ia bisa melewatinya dengan baik.

    Sebelumnya, ia juga agak gamang menjadi ibu rumah tangga karena biasanya aktif dengan pekerjaan. Merubah diri itu pasti proses yang susah. Tapi dia berhasil dengan baik dan bahkan menikmati karir barunya sebagai IRT.

    Saya sendiri memandang, saya menerima pengorbanan si Yayang yang besar dan karena itu berpikir dan berusaha untuk selalu membuat dia senang. Sebagian pekerjaan rumah pun, kalau saya di rumah ya saya kerjakan.. sebagai tanda bahwa saya respek pada dirinya dan mau berusaha apa saja untuk menyenangkannya.

    Tidak mulus pastinya, dan banyak tantangan yang terkadang bikin kepala riyeut (pusing bahasa Sunda). Tapi, Alhamdulillah, sekarang kami sudah 19 tahun menjalaninya...

    Saya percaya mbak akan bisa menemukan cara untuk menikmati menjadi ibu dua anak... ahahaha.. percayalah, ada saatnya nanti mbak akan merasa kangen dengan segala kebawelan anak di masa kecil..

    Seperti saya sekarang yang kadang kangen si kribo selalu butuh saya dan ibunya (masalahnya di sekarang sudah merasa bisa berdiri sendiri). Saya sedang dalam tahap belajar "melepas" si kribo untuk menemukan jalan hidupnya sendiri.

    Jalan yang pastinya mbak akan lalui juga nantinya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo kak anton,
      maafkan baru saya reply komennya kak anton, huhuhu

      akhirnya, saya bisa melihat dan tau bagaimana para suami menjawab soal ini.

      luar biasa juga perjuangan kakak dan istri, sudah 19 tahun? saya yakin sudah banyak makan pengalaman jauuuh dibanding saya yang masih seumur jagung.

      perlahan saya juga akhirnya bisa menemukan cara menikmati mengasuh dan membesarkan keenan dan kilan. setelah anak-anak udah masuk usia sekolah, memang ya kak terasa kangen mereka waktu masih bayi, hihihi

      kedepannya saya juga pasti akan melewati fase "melepas" seperti kakak yang melepas kribo, terbayang sulit dan sedihnya.

      terimakasih udah berbagi kak anton, akan saya ingat selalu.

      salam hangat untuk keluarga
      eka

      Hapus
  6. Jadi nambah wawasan buatku, kebetulan ortuku sangat suportif tapi papaku korban broken home jadi sedikit2 tahu bagaimana perasaan beliau pas dulu, memang untuk menjadi orang tua butuh latihan nonstop, semoga saya bisa menjadi ibu yang baik kelak :)

    BalasHapus
  7. Nah ini. Everybody talk about inner child being the culprit.
    Interestingly, saya gak tau inner child saya kek gimana. Saya enggak merasa diperlakukan yang gimana2 saat kecil oleh siapapun, bukan hanya ortu saya.
    Jadi kayaknya masih ada tembok yang harus saya rubuhkan dalam diri ini.

    BalasHapus
  8. Artikel Yang Sangat Menarik,Kunjungi Website Saya Please Jasa cleaning service

    BalasHapus

Posting Komentar